Senin, 14 November 2016

Madura kok disebut pulau garam yaa??


Inilah pertanyaan yang seringkali muncul saat seseorang mendengar julukan "Madura pulau garam" untuk pertama kali. Ada yang langsung bertanya, googling atau bahkan membiarkan pertanyaan ini lewat begitu saja sehingga masih belum menemukan jawaban sampai saat ini. Nah, sebagai salah satu anak madura saya merasa perlu memberikan informasi ini serta keindahan alam yang ada di kampung halaman tercinta. Setelah kemarin-kemarin selalu menulis tentang indahnya Papua, tidak ada salahnya sekarang mudik dulu ke kampung halaman, Pamekasan, Madura.
Menurut Mahfud Effendi dan Yoyok R. Effendi dalam buku Profil Garam Madura (2009), garam madura diperkenalkan oleh seorang tokoh legendaris bernama Pangeran Anggasuta pada awal abad XVI. Konon tokoh ini muncul ketika ada perang antara kerajaan Klungkung Bali dengan Raja Sumenep. Saat tentara Bali dalam posisi terdesak, muncullah Anggasuta yang menjadi penengah sekaligus penjamin. Beliau meminta kepada Raja Sumenep, agar pasukan Bali tidak dihancurkan. Permohonan tersebut dikabulkan oleh Raja Sumenep. Anggasuta menetap di Girpapas Sumenep, beliau mengajarkan kepada masyarakat cara membuat garam dari air laut, dengan sistem penguapan (evaporasi). Air laut dikristalisasi secara total. Garam diambil mulai dari lapisan terbawah hingga atas. Para petani garam secara tradisional memindahkan air laut antarmeja garam. Sistem tersebut masih digunakan sampai saat ini.
Besarnya lahan penggaraman di Madura disebabkan kadar air laut selat Madura yang memiliki kepekatan cukup tinggi. Garam di Madura  berkembang mulai dari pesisir selatan Sumenep, dan terus merambah ke Pamekasan dan Sampang. Sedikitnya sungai dan muara membuat kawasan Selatan memiliki air laut berkadar garam tinggi. Di Pamekasan, pengelolaan garam dilakukan oleh masyarakat pantai selatan yaitu di Kecamatan Pademawu, Galis, dan Tlanakan. 
Saat mudik ke Pamekasan beberapa bulan lalu, saya sempatkan jalan pagi ke daerah penggaraman yang ada di dekat rumah mertua saya, tepatnya di desa bunder, Pademawu. Ketertarikan saya berawal dari informasi dari suami yang mengatakan sunrise akan terlihat indah dari daerah tersebut. Lepas jam 5 pagi, saya, suami serta jagoan kecil kami berjalan kaki menuju daerah penggaraman karena jaraknya yang tudak begitu jauh dari rumah. Sesampainya disana, saya begitu terpesona dengan keindahan alam yang terpancar. Udara sejuk nan bersih khas daerah pedesaan dipadu dengan matahari yang muncul perlahan untuk menyapa alam dengan kehangatan sinarnya. Tidak bosan mata memandang. Tanpa letih kaki melangkah. Bersama dengan orang-orang terkasih, lengkap sudah. Pengalaman yang memang sederhana, namun begitu berarti.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar